Aku pernah tinggal di rumah bergaya Belanda ketika duduk di bangku TK nol besar sampai kelas 2 SD. Kalian tau gaya rumah Belanda? Aku akan coba deskripsikan.
Begini, rumah Belanda yang pernah kutinggali adalah milik seorang Ibu teman Ayah. Ayah saat itu bekerja pindah-pindah, menemukan tawaran rumah Belanda ini. Ayah pun sepakat untuk tinggal di rumah tersebut karena ketika bertamu aku suka rumah itu.
Rumahnya bercat hijau, banyak pintu. Ada dua pintu pemisah ruangan dengan kaca dan slot besi yang bisa diputar (untuk mengunci antara bagian atas dan bawah pintu. Tertanam di lantai saat terkunci, seperti itulah gambaran sebagian pintunya). Pintu pemisah ruangan pertama memisahkan ruang tamu dengan ruang keluarga. Ada pintu dengan bingkai besi setelah pintu ini.
Pintu kedua memisahkan ruang keluarga dengan ruang makan serta dapur. Di pintu kedua, seingatku ada slot untuk memasang pasak kayu. Jendela di rumah ini besar, apalagi yang di kamarku. Jendelanya tembus ke ruang tamu, bukan ke halaman luar. Jendelanya sangat tinggi dan ada kaca serta besinya.
Kamarku sangat luas hingga dibagi menjadi dua ruangan untuk kakak laki-lakiku (Abang). Lantai rumahnya masih lantai semen hitam, jadi cepat kotor. Kamar mandi rumah ada dua, di dalam dan di luar. Kamar mandi dalam ketika aku baru pindah tidak ada bak mandinya, jadi pakai ember untuk menampung air. Kamar mandi luar dipakai ketika keadaan darurat sekali, dan menyatu dengan halaman belakang rumah tetangga sebelah (satu-satunya tetangga terdekat).
Bagian depan rumah terlihat biasa saja. Tidak terlalu luas seperti di bagian dalam rumah. |
Pintu pertama mirip seperti ini. |
Pintu kedua memisahkan ruang keluarga dengan ruang makan serta dapur. Di pintu kedua, seingatku ada slot untuk memasang pasak kayu. Jendela di rumah ini besar, apalagi yang di kamarku. Jendelanya tembus ke ruang tamu, bukan ke halaman luar. Jendelanya sangat tinggi dan ada kaca serta besinya.
Jendela kamarku sebesar yang di sebelah kiri pada gambar ini.
Tapi, tembusnya ke ruang tamu, bukan ke halaman rumah.
|
Jendela rumah yang tembus ke halaman hanya jendela berukuran biasa seperti ini. |
Awal kepindahan ke rumah ini, aku merasa senang sekali. Rumahnya besar, tinggi, luas, kursi di ruang tamunya beludru berwarna hijau. Sangat empuk jika melompat di atasnya. Kami tinggal bersama sang pemilik rumah yang sudah tua. Sebut saja Mbah Em. Tidak ada yang aneh, sampai beginilah ceritanya.
*diceritakan setelah aku pindah dari rumah itu
1. Bukan Ayah
Saat itu, aku baru punya adik. Namanya Shofi. Malam hari, Ibu tertidur ketika menemaninya. Ayah belum pulang. Tiba-tiba, Ibu terbangun. Melihat Ayah sedang menyampirkan jaket di kursi, lalu Ayah pergi. Karena kelelahan dan masih mengantuk, Ibu lanjut tidur. Tak berapa lama, suara pintu diketuk dari luar. Ibu terbangun lagi dan segera membukakan pintu. Itu Ayahku! Ibu cuma bertanya, "Baru pulang?"."Iya,"jawab Ayahku. Ibu segera membaca Ayat Kursi karena tahu yang sebelumnya bukanlah Ayah, kemudian Ibu melanjutkan tidur. Ibu baru menceritakan hal ini kepada Ayah setelah pindah.
2. Malam Hari
Shofi adalah adikku yang pemberani, dibanding aku. Ibu bercerita, dulu ia sering menangis pada malam hari kalau dibacakan Ayat Kursi. Ia sering tidur sangat malam, padahal masih kecil, sekitar umur satu atau dua tahun. Sekarang, jika ditanya hal yang dulu-dulu, ia tidak ingat lagi. Tapi, ia memang lebih berani dan paling tahan tidur sangat larut malam daripada aku, hehehe.
3. Teman Main
Aku sering dengar Ibu dan Ayah bertanya pada Shofi, kenapa tidak bisa diam. Shofi bilang dia punya teman. Aku pikir pertanyaan Ibu dan Ayah hanya pertanyaan biasa saja. Sampai suatu hari, aku sedang mencuci piring di dekat sumur. Sumur itu di sebelah kamar mandi dalam. Aku dengar Shofi bermain air di kamar mandi. Oh ya, kamar mandi sudah dibangun bak mandi supaya bisa menampung air lebih banyak. Aku hampiri adikku dan berhenti di depan pintu kamar mandi. "Kamu ngapain?"tanyaku. "Main air sama temenku. Sini, Mbak, ikutan. Ini temenku, ayo, ayo,"katanya sambil melambaikan tangan seperti mengajak seseorang di sampingnya. Ya ampun, ini bagian terseram kalau kuingat karena aku lihat sendiri tidak ada siapa-apa, hanya adikku dan aku di situ. Sejak itu, aku tahu, Shofi beranggapan dia sedang punya teman. Sekarang sudah tidak. Mungkin karena dulu memang usianya anak kecil punya teman imajinasi.
4. Di Samping Adikku
Shofi kecil sangat senang bermain denganku. Dulu aku senang sekali memiliki adik, jadi aku sering mengajak adik pertamaku ini bermain. Mulai dari masak-masakan, salon-salonan, spa, apa saja selalu sama Shofi. Kalau sudah ada aku, pasti dia tidak bisa diam.
Hari itu adalah hari Senin atau Selasa, dimana anak SD mengenakan pakaian merah-putih. Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Mbahku sedang meninabobokkan adikku yang kedua, Nayla. Sedangkan Shofi sedang duduk anteng di kursi rotan sambil menonton TV. Kursi rotan di rumah ini cukup untuk dua orang anak kecil. Mbahku melihat ada aku lengkap dengan seragam merah-putih duduk satu kursi dengan Shofi. Tapi, Mbahku heran, tumben Shofi bisa se-anteng itu. Karena biasanya ia akan mengajakku mengobrol atau apapun, tidak bisa diam.
Mbahku pun pergi sebentar ke kamar Ibu untuk meletakkan Nayla. Keluar dari kamar, aku sudah tidak ada di samping Shofi. Mbah tanya, "Lho, Mbak Inas ke mana?". Shofi cuma geleng-geleng sambil menonton TV. Kemudian Mbah ke belakang, bertanya pada Mbah Em (pemilik rumah), "Bu, Inas ke mana ya? Saya tadi lihat duduk nonton TV bareng Shofi." Mbah Em jawab, "Nggak ada Inas, Bu. Ini baru jam sepuluh. Inas pulangnya jam sebelas." Mbahku pun diam dan kembali menemani Shofi.
5. Suara 'Moo...'
Malam itu, selepas Maghrib, Ayahku sedang ada tamu. Aku makan malam di ruang makan dengan Mbah Em yang sedang membuat entah apa, teh Sosro sepertinya. Mbah Em suka teh Sosro. Setelah meminum tehnya, Mbah Em pergi. Jadilah aku makan malam sendiri, sambil menonton TV milik Mbah Em yang ada di ruang makan. Iya, rumah ini ada dua TV. Satu di ruang keluarga, milik keluargaku, dan satu punya Mbah Em yang di ruang makan.
Iklan TV menampilkan produk susu yang ada suara wanita bilang, 'Moo...'. Seperti itu, menirukan suara sapi. Setelah iklan susu itu selesai, aku melanjutkan makan. Makanku memang lama sekali waktu kecil. Aku pun memikirkan salah satu produk susu putih yang membuatku mual jika meminumnya. Lalu, samar-samar kudengar suara wanita bilang, 'Moo...' begitu. Aku kira itu hanya khayalanku saja gara-gara tadi lihat iklan susu dan berpikir tentang susu putih. Tapi, suara itu kudengar lagi dalam beberapa selang waktu. Aku pun menghampiri Ayahku di ruang tamu. "Jangan di sini, ada tamu,"kata Ayahku. Tamu Ayah bilang, "Nggak apa-apa, kok."
"Sana, habiskan dulu makannya. Jangan di sini,"kata Ayahku. Aku pun kembali ke ruang makan. Menghampiri makananku yang belum habis. Dan aku mendengar suara wanita itu lagi. Aku kembali ke ruang tamu. Aku bilang, "Bi, aku dengar suara moo..," kataku polos. Seorang bapak-bapak mana ada yang mau ambil pusing hal ini ketika ada tamu. Ayahku bilang, "Itu cuma iklan TV. Matikan saja TV-nya,"kata beliau. Kembali lagi ke ruang makan. Aku cepat habiskan makananku. Dan ada suara lagi, "Moo...Habiskan makanannya hihihi,"kata suara itu. Suara wanita yang diakhiri dengan tawa cekikik. Enggak, suaranya enggak kayak 'hihihi' yang seram. Suaranya kayak kamu ngusilin adik kamu.
Cepat-cepat kusendok nasi ke mulutku, lalu aku lari ke ruang tamu sambil membawa piring berisi nasi dan telur mata sapi itu. Lalu aku bilang ke Ayahku sebelum dia menggertakku, "Aku habiskan makanannya di sini saja,". Ayahku pun iya iya saja.
Itulah sebagian cerita dari pengalamanku ketika tinggal di rumah Belanda. Banyak cerita yang kudengar dan diceritakan ketika sudah pindah dari rumah tersebut. Mungkin Ayah dan Ibu memiliki cerita versinya sendiri, namun kebanyakan aku mendapat cerita dari Mbah dan pengalamanku sendiri. Sampai jumpa di postingan lainnya!
Sumber gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8wIrSUbvJ4-_pYyVPAB4_sOKV6aGEOIU9CpYVBhdVmDGtdDr6ePzR2nLRI0N3dlmvlxRWcu48yl4BgnrhQjJwCigVielj1BjU_c-y_u6RCYiZ2Nc1x6JSHvhzNKqOzOjZEbYm2MENoEOQ/s640/rumah+bangunan+belanda.jpg
http://infobisnisproperti.com/wp-content/uploads/2015/08/Rumah-Zaman-Belanda.jpg
https://asset.kompas.com/data/photo/2014/09/01/1310383IMG-20140901-112312780x390.jpg
http://cdn2.tstatic.net/jogja/foto/bank/images/neti_dgd_20161002_121743.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif7w6XxbYJsjLPlI48M15gj1_rpbCM8VGllV00ZEi6xWDWaoQAVMkhvQdrOjlG6EqRuO9eV3EEtZJ1GnZxIjuNBN-DjexoeHAAfwMKqJVhMda4UBpuR441EONBrz1YMMuZKukAGL5btjZ1/s1600/gbr--model-rumah-belanda-2.jpg
Sumber gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8wIrSUbvJ4-_pYyVPAB4_sOKV6aGEOIU9CpYVBhdVmDGtdDr6ePzR2nLRI0N3dlmvlxRWcu48yl4BgnrhQjJwCigVielj1BjU_c-y_u6RCYiZ2Nc1x6JSHvhzNKqOzOjZEbYm2MENoEOQ/s640/rumah+bangunan+belanda.jpg
http://infobisnisproperti.com/wp-content/uploads/2015/08/Rumah-Zaman-Belanda.jpg
https://asset.kompas.com/data/photo/2014/09/01/1310383IMG-20140901-112312780x390.jpg
http://cdn2.tstatic.net/jogja/foto/bank/images/neti_dgd_20161002_121743.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif7w6XxbYJsjLPlI48M15gj1_rpbCM8VGllV00ZEi6xWDWaoQAVMkhvQdrOjlG6EqRuO9eV3EEtZJ1GnZxIjuNBN-DjexoeHAAfwMKqJVhMda4UBpuR441EONBrz1YMMuZKukAGL5btjZ1/s1600/gbr--model-rumah-belanda-2.jpg
Comments
Post a Comment