Hello, it’s me!

An extrovert grown up girl from a small city into a big world. I like things that relate to books, beauty, travel, and technologies. I share you here about my experiences, reviews, and self improvement. Enjoy my blog!
Inas

What Read Next

Kata-Kata yang (Tak Hanya Ingin) Kuucapkan pada Hari Ayah

Hari Ayah sedunia sudah lewat beberapa hari lalu. Dalam kalenderku, tidak ada hari ayah, jadi aku tidak ingat beberapa hari lalu orang-orang sedunia mungkin merayakannya.

Aku punya banyak kata-kata dan cerita untuk disampaikan kepada Ayah. Namun, Ayah mungkin tak punya banyak waktu luang untuk mendengarnya. Ayah pulang malam hari di hari Sabtu dan berangkat bekerja pada Minggu malam. Jadi, Ayah punya waktu kurang dari 48 jam untuk mendengar cerita anak-anaknya.

Pada tulisan ini, aku akan sampaikan kata-kata terima kasih yang sering kulupa bilang pada Ayah. Kata-kata terima kasih ini sebenarnya banyak, coba kusebutkan dalam lima poin.

1. Ayah menjadikanku perempuan pemberani 

Terima kasih, telah menjadikanku seorang gadis seperti sekarang. Seorang anak perempuan Ayah yang mulai berani berjalan sendiri, berani mengambil keputusan dan menanggung risikonya. Apapun hasilnya, Ayah tidak pernah marah.

Ayah selalu bilang, "Nggak papa. Yang penting Mbak Inas sudah berani," atau "Nggak papa. Yang penting Mbak Inas sudah mau mencoba." Cukup sesederhana itu bagi Ayah untuk menenangkanku.

Aku ingat, ketika Inas kecil diajak jalan-jalan sore dan menikmati es krim atau bakso, Ayah kadang memberiku uang untuk diberikan ke kasir. Kalau aku bilang 'malu' , Ayah pasti membalasnya, "Cuma bayar aja. Bilang aja, 'Mas, mau bayar '. Nanti kalau uangnya kurang tinggal balik lagi ke sini."

Lalu, di bangku SMA, Ayah menemaniku ke bank untuk suatu keperluan di customer service. Ayah tetap duduk di bangku tunggu ketika nomor antrianku telah dipanggil. Aku menoleh, dan Ayah mengatakan, "Sendiri saja ya? Abi tunggu di sini saja. Anggap saja ngomong dengan customer service kaya lagi ngomong sama Abi." Dan sejak itu, aku sedikit menjadi tahu bagaimana berbicara dengan orang dewasa.

2. Ayah menyukai anak-anaknya membaca buku



Aku bersyukur dulu Ayah sering mengajakku ke toko buku daripada berbelanja baju. Ayah tidak pernah melarang anak-anaknya membeli dan membaca komik ketika orang tua lain melarang anak-anaknya membaca komik karena takut menjadi bodoh.

Di rumah kami, tidak pernah ada kejadian novel-novel disita saat menjelang ujian sekolah. Pilihan ada pada diri kami anak-anaknya, mau membaca novel, komik, atau buku sekolah.

Terima kasih, Ayah. Berkat ajakanmu ke toko buku, aku jadi suka membaca fiksi sains dan biografi. Aku kini bisa belajar menggunakan caraku sendiri. Aku menulis naskah cerita untuk materi-materi yang kurasa susah untuk dipahami. Walaupun cara ini mungkin berbeda dari temanku, tapi aku tahu Ayah akan memaklumi dan tahu aku memang suka menulis.

3. Ayah tidak marah karena nilaiku jelek, tapi Ayah selalu menunggu karya anak-anaknya

Ayah akan senang jika anak-anaknya mendapat nilai yang bagus atau bahkan masuk peringkat paralel. Ayah juga tidak begitu mempermasalahkan ketika aku mendapat nilai jelek, terjelek satu sekolah pun Ayah tidak akan marah.

Tapi, yang menjadi masalah adalah ketika aku sudah tidak menulis lagi. Dan kurasa itu juga menjadi suatu hal yang perlu kuperbaiki. Dengan menulis, aku menumpahkan segala perasaan, pengalaman, dan pengetahuanku. Tanpa menulis, aku takut suatu hari akan lupa. Maka, Ayah selalu menunggu tulisan-tulisanku, juga menunggu lukisan-lukisan dari adikku.

Yang kudapati dari Ayah dalamhal ini adalah: Nilai jelek tidak masalah karena bisa diperbaiki atau mungkin memang bukan di bidangnya. Namun, jika tidak memiliki karya itulah yang perlu dipertanyakan, karena manusia semakin tumbuh harusnya juga semakin berkembang (kemampuannya) .

4. Ayah tak membiasakan anak-anaknya makan fast food

Ayah tak begitu suka jika mengajakku pergi ke food court lalu aku memesan fast food buatan luar negeri. Ayah lebih suka aku memesan makanan-makanan rumahan seperti tumis kangkung, gurame, bebek bakar, dan yang lainnya.

Ayah juga sebenarnya tidak suka jika anak-anaknya terlalu banyak jajan. Karena makanan sudah tersedia di rumah. Makanan sehat, bersih, bergizi sudah Ayah titipkan pada Ibu bagi anak-anaknya.

Hingga aku berkuliah yang jauh dari kampung halaman, dan yang aku rindukan memang masakan Ibu. Nggak papa aku cuma pernah makan pizza sekali dalam setahun, karena begitu makan pizza besoknya aku merasa kurang enak badan. Memang karena tidak terbiasa.

5. Ayah dan barang-barang yang diberikan kepada anaknya

Perlu kuakui, Ayah lebih ahli dalam memilih barang dibandingkan aku. Pernah aku akan membeli sepotong celana, lalu Ayah memeriksanya mulai dari kerapihan jahitan, bahan; mudah mengkerut atau tidak, dan kekuatan warna dari celana itu; apakah mudah luntur atau tidak. Kebiasaan Ayah menurun padaku. Aku menjadi lebih berhati-hati dalam membeli barang. Satu yang utama: Kualitas.

Ayah menyesuaikan harga dan kualitas. Hingga barang-barang yang kami miliki benar-benar tahan lama. Namun, Ayah juga memiliki prinsip tersendiri dengan tidak mudah memberikan apa yang anaknya inginkan. Jika aku ingin membeli suatu barang, belilah pakai uang sendiri karena itu keinginkanku, tidak ada sangkut pautnya dengan Ayah.

Seperti orang tua pada umumnya. Ayah ingin membahagiakan anak-anaknya. Jadi, Ayah suka memberikan barang spesial untuk dimiliki anaknya. Ayah memberikan jam tangan, supaya anak-anak mengingatnya ketika jam tangan itu dipakai ke sekolah. Yang terpenting: Ayah tidak tanggung-tanggung memberikan apapun selama barang tersebut dapat membantu kami dalam berkarya.



Ayah dan kami --keluarganya- selalu terpisah jarak. Pernah berbeda kota, berbeda pulau. Ayah tidak segampang itu mengiyakan ini-itu; apa yang diminta anak-anaknya. Sehingga kami mencoba berjalan sendiri, menggunakan kompas masing-masing untuk mencapai apa yang kami inginkan. Ibulah yang menjadi peta jika kami --anak-anaknya- mulai kebingungan. Lalu, semakin dewasa kami, yang kami ucapkan hanyalah banyak-banyak terima kasih.

Mungkin Ayah memang tidak bekerja sedekat orang tua lain kepada anak-anaknya. Tapi Ayah selalu menyediakan jarak terdekat dari hatinya untuk menyatukan hati anak-anaknya. Selamat hari Ayah untuk hari-hari yang telah engkau lalui sebagai seorang Ayah!

Gambar oleh Soosh (https://www.instagram.com/vskafandre/)

Comments

  1. Jangan lupa berkunjung mbak :). http://geloratekno.com/

    ReplyDelete

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *